Page 4

Dunia untuk Mereka



          Seperti bermimpi. Aku sempat mengenyam pendidikan di Jurusan Pendidikan Dokter Prodi Kedokteran Umum di Universitas Muhammadiyah Yogyakarta. Masih teringat bagaimana keinginan dan impianku menjadi seorang dokter. Tidak sedikit usaha telah aku kerahkan demi mendapat sebuah bangku di universitas tersebut. Hingga aku merasakan betapa Allah sangat menyayangiku sebab aku bisa selangkah mewujudkan mimpiku tersebut, dengan menjadi seorang mahasiswi kedokteran yang telah sedikit membahagiakan bapak dan ibu. Aku pun telah bertekad untuk menjadi tenaga kesehatan yang berguna bagi masyarakat. Tanpa melihat status sosial. Tanpa menginginkan status sosial. Itulah mimpiku.


         Bukan karena takdir sebab takdir selalu berkata indah. Namun ini pilihan yang aku pastikan sendiri. Semester kedua menjadi awal kebimbanganku. Saat itu aku dihadapkan pada situasi yang membuatku selalu harus memilih. Memilih untuk belajar demi materi yang selalu bertambah setiap harinya atau memilih menjadi seorang anak yang mencintai sanggar milik keluarganya. Aku pun goyah dalam pendidikanku. Aku sadari itu, namun aku tak dapat berbuat apa-apa. Aku tetap berjalan tanpa harus memilih. Tugasku di lingkungan keluarga yang juga merupakan duniaku tetap aku laksanakan. Dan tugasku menjadi seorang mahasiswi tetap berjalan. Ini aku lakukan demi mereka yang kucintai.


        Sampai pada akhirnya, waktu menjawab semuanya. Blog 9 yaitu pada semester ketiga aku mulai merasakan pergolakan. Fokus adalah kata yang jauh dari keseharianku. Batas kemampuanku tak sanggup lagi menerima apa yang telah dan sedang terjadi saat itu. Kesehatanku menipis dan daya pikirku melemah. Usaha kerasku semakin tak ada arti. Aku selalu dihantui kenyataan akan jatuhnya duniaku saatnya nanti. Dokter adalah pekerjaan yang mulia. Dan aku merasa tak layak menjadi salah satu diantaranya. Hingga akhirnya aku memutuskan untuk beristirahat dari pendidikanku. Aku tenangkan pikiranku dan aku berbaring diantara dunia nyataku.


         Dalam waktu enam bulan. Aku hidup dengan duniaku. Tenang, damai, dan dekat diantaranya. Tak ada paksaan dan tak ada beban yang memberatkan. Aku pun merasa jauh dari mimpiku. Jiwaku menolak berjalan kearahnya. Jiwa yang aku temukan dalam duniaku ini sangat berbeda dengan jiwa yang aku rasakan saat berada dalam mimpiku. Aku pun mengakui kesalahanku pada mereka, sebab aku memilih meninggalkan mimpiku itu. Sebab aku tak ingin memberi mimpi semu kepada mereka. Blog 12 pada semester keempat menjadi akhir cerita mimpiku.


          Banyak yang mencercaku dan menimbunku dalam tumpukan arang. Berbisik satu dengan yang lain. Mengambil kesimpulan tanpa memahami isi. Mati. Aku pun seperti mati. Sempat aku merasa semuanya kosong. Hampa, tak ada rasa. Mimpiku hilang dan duniaku tak terpikirkan. Namun mereka bersedia menyadarkanku. Dan memberikan aku isi atas kekosonganku. Bapak dan ibu tak menghakimiku. Berusaha mengerti bahwa yang aku inginkan hanya keindahan untuk mereka.


           Aku rasa ini memang berat. Memalukan dan mengecewakan. Terlebih bagi mereka. Sebab sudah pasti mereka inginkan aku meraih mimpiku itu.


          Namun aku memilih disini. Aku ingin membesarkan duniaku, yang juga merupakan dunia mereka. Aku tidak ingin nantinya tak ada keberhasilan seutuhnya. Aku tidak ingin mimpiku kosong dan duniaku mati. Dan aku lebih tidak ingin meninggalkan duniaku demi mimpiku.


         Tulisan ini aku sampaikan atas hati yang terdalam. Tak sampai dayaku bila harus berkata dengan tuturku. Sebab aku bukan wanita perkasa yang bisa menahan tangis. Tangisku ini bukan karena aku malu, namun karena aku teringat bagaimana mereka menahan malu atas kelakuanku. Aku mencintai mereka dan aku menginginkan yang terbaik seutuhnya untuk mereka.


Sampaikan padaku bila dalam benak tercipta tanya dan dalam hati tersimpan caci. Jangan menyudutkanku diantara perih dan dukaku apalagi bila hanya bergumam dibalik telingaku. Semoga kita semua mendapat jalan yang lurus dan diridhoi oleh-Nya.




Chen

Tidak ada komentar:

Posting Komentar